Distributor Resmi Jahe Merah Karomah, Kopi Jahe Dan Jahe Susu serta Service Marketing Online Untuk Wilayah Indonesia
Pages
▼
Jumat, 29 Juli 2011
PENGOLAHAN ECENG GONDOK SEBAGAI BAHAN BAKU KERTAS SENI
ABSTRAK
Pemanfaaatan eceng gondok dan kertas bekas sebagai kertas seni sudah dilakukan Balai Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Sumatera dengan hasil yang cukup memuaskan. Teknologi pengolahannya sangat sederhana, sehingga sangat mudah diadopsi oleh masyarakat sekitar danau. Peluang bisnis kertas seni
ini cukup potensial dikembangkan di sekitar Danau Toba sebagai salah satu daerah tujuan wisata yang memerlukan berbagai jenis souvenir etnik. Pemanfaatan eceng gondok ini memiliki fungsi ganda yaitu dalam rangka mengendalikan gulma di perairan dan sebagai bahan baku souvenir berbahan
dasar kertas seni.
I. PENDAHULUAN
Eceng gondok (Eichhornia crassipes (Mart.) Solm.) merupakan tanaman
gulma di wilayah perairan yang hidup terapung pada air yang dalam atau
mengembangkan perakaran di dalam lumpur pada air yang dangkal. Eceng
gondok berkembangbiak dengan sangat cepat, baik secara vegetatif maupun
generatif. Perkembangbiakan dengan cara vegetatif dapat melipat ganda dua kali
dalam waktu 7-10 hari. Hasil penelitian Badan Pengendalian Dampak Lingkungan
Sumatera Utara di Danau Toba (2003) melaporkan bahwa satu batang eceng
gondok dalam waktu 52 hari mampu berkembang seluas 1 m2, atau dalam waktu 1
tahun mampu menutup area seluas 7 m2. Heyne (1987) menyatakan bahwa
dalam waktu 6 bulan pertumbuhan eceng gondok pada areal 1 ha dapat mencapai
bobot basah sebesar 125 ton.
Perkembangbiakannya yang demikian cepat menyebabkan tanaman eceng
gondok telah berubah menjadi tanaman gulma di beberapa wilayah perairan di
Indonesia. Di kawasan perairan danau, eceng gondok tumbuh pada bibir-bibir
pantai sampai sejauh 5-20 m. Perkembangbiakan ini juga dipicu oleh peningkatan
kesuburan di wilayah perairan danau (eutrofikasi), sebagai akibat dari erosi dan
sedimentasi lahan, berbagai aktivitas masyarakat (mandi, cuci, kakus/MCK),
budidaya perikanan (keramba jaring apung), limbah transportasi air, dan limbah
pertanian.
Salah satu upaya yang cukup prospektif untuk menanggulangi gulma eceng
gondok di kawasan perairan danau adalah dengan memanfaatkan tanaman eceng
gondok untuk kerajinan kertas seni. Eceng gondok dapat dimanfaatkan sebagai
bahan baku kertas karena mengandung serat/selulosa (Joedodibroto, 1983). Pulp
eceng gondok yang dihasilkan berwarna coklat namun dapat diputihkan dengan
proses pemutihan (bleaching). Pulp juga dapat menyerap zat pewarna yang
diberikan dengan cukup baik, sehingga berbagai variasi warna kertas dapat
dihasilkan melalui proses ini. Kertas seni yang dihasilkan selanjutnya dapat
digunakan untuk pembuatan berbagai barang kerajinan seperti kartu undangan,
figura, tempat tissue dan perhiasan.
Pengusahaan kertas seni seperti halnya di kawasan wisata Danau Singkarak,
Sumatera Barat memiliki beberapa keuntungan. Pertama, upaya tersebut
merupakan alternatif yang sangat baik untuk mengontrol pertumbuhan gulma
eceng gondok di kawasan perairan Danau Singkarak. Pengusahaan ini tentunya
akan didukung oleh pemerintah daerah setempat karena berdampak positif
terhadap upaya pelestarian kawasan perairan Danau Singkarak. Apabila industri
kerajinan eceng gondok tersebut berkembang, maka masyarakat pengrajin akan
memanen gulma tersebut dari kawasan perairan danau sebagai sumber bahan
bakunya. Kedua, pengembangan industri kerajinan tersebut juga akan
menyediakan lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat sekitar sehingga akan
meningkatkan kesejahteraan hidup mereka. Terakhir, berkembangnya industri
kerajinan di kawasan wisata Danau Singkarak akan memperkaya khasanah
budaya masyarakat setempat dengan penyediaan berbagai cenderamata yang
berdampak positif terhadap pengembangan sektor wisata di wilayah tersebut.
Sebenarnya bisnis kertas seni sudah lama digeluti orang-orang yang disebut
dengan produk kertas daur ulang. Bisnis ini sudah mulai dikenal luas dan diminati
oleh masyarakat, khususnya masyarakat yang tinggal di perkotaan. Produk ini
sudah banyak ditemui di etalase-etalase toko berupa souvenir cantik dan bernilai
seni tinggi. Di perkotaan bisnis ini banyak dilakukan oleh kaum muda, mahasiswa,
dan kelompok pengrajin lainnya.
Bisnis kertas seni berbahan eceng gondok dan kertas bekas ini sebenarnya
suatu inovasi menggabungkan dua kepentingan. Di satu sisi produk berbahan
eceng gondok ini menghasilkan kertas dengan nilai seni yang relatif lebih indah
dan di sisi lain adalah upaya pengendalian gulma eceng gondok di perairan Danau
Toba. Kata kunci dari bisnis ini adalah punya kemauan besar, kreatif, dan ingin
maju. Kerajinan ini sebenarnya merupakan aktivitas sederhana, tapi hasilnya luar
biasa dan bernilai positif. Dengan sedikit sentuhan seni, kegiatan tersebut bisa
menjadi sebuah produk karya seni yang laku di pasaran dengan harga tinggi.
Produk-produk ini sudah mulai diusahakan masyarakat dalam skala industri
rumah tangga (home industry) sampai skala menengah. Sebagian besar dari
produk kertas daur ulang ini adalah sebagai barang kerajinan atau cenderamata.
Berbagai produk yang biasa diproduksi dari bahan ini antara lain kartu-kartu
ucapan, hiasan dinding, tempat pensil, amplop, blocknote, figura foto, dan lain
sebagainya.
Eceng gondok jika diolah dapat digunakan sebagai bahan baku pupuk, mulsa,
media semai, pakan ternak, dan pulp/kertas. Di Jawa Tengah dan di Balige sendiri
sudah dikembangkan sebagai bahan baku anyaman. Peluang bisnis ini relatif
lebih potensial jika dikembangkan di perkotaan. Merupakan suatu tantangan
berbagai stakeholder untuk mencarikan sasaran target-target pemasarannya
(Muladi, 2001).
Dalam rangka mendukung kelestarian danau dan meningkatkan pendapatan
masyarakat sekitarnya, Balai Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Sumatera
telah melaksanakan kegiatan workshop pemanfaatan eceng gondok sebagai
bahan baku kertas seni. Kegiatan ini dilaksanakan bekerjasama dengan Pemda
Kabupaten Tobasa pada tahun 2004. Dari kegiatan ini telah terbentuk kelompokkelompok
pengrajin pemanfaatan eceng gondok di sekitar Danau Toba.
II. PELUANG PENGEMBANGAN KERTAS SENI DARI ECENG GONDOK
A. Eceng Gondok sebagai Bahan Baku Utama Masih Melimpah
Secara fisiologis, tumbuhan eceng gondok ini berkembang sangat cepat.
Perkembangan dengan vegetatif sangat cepat yakni dapat melipat ganda dua kali
dalam 7-10 hari. Eceng gondok pada pertumbuhan 6 bulan dapat mencapai 125
ton/ha dan dalam 1 ha diperkirakan dapat tumbuh sebanyak 500 kg/hari (Heyne,
1987). Memang hal ini terbukti, walupun tumbuhan ini sering dibersihkan dari
danau, keberadaannya terus-menerus masih melimpah. Sebagai contoh,
tumbuhan ini yang sangat subur tumbuh di belakang Kantor Dinas Kehutanan dan
Pertanian Tobasa.
Ketersediaan bahan baku mutlak diperlukan dalam mengembangkan suatu
bidang usaha. Dari segi bahan baku, dirasakan masih akan terus melimpah
sampai waktu yang masih lama. Jadi belum dirasakan masalah akan pengadaan
bahan baku eceng gondok ini.
Untuk meningkatkan penampilan produk kertas seni yang dihasilkan perlu
dicampur dengan kertas bekas. Sumber bahan limbah ini pun akan terus menerus
tersedia semisal dari kantor-kantor, koran bekas, dan sebagainya.
B. Sumberdaya Manusia
Salah satu permasalahan bangsa ini yang belum tuntas adalah masalah
kurangnya ketersediaan lapangan pekerjaan. Karena usaha ini merupakan
teknologi sederhana, dengan kemauan dan semangat, siapa pun dapat
melakukannya. Di Kawasan Danau Toba masih memiliki banyak tenaga usia
produktif yang belum mendapatkan kesempatan kerja. Potensi tenaga usia
produktif ini menjadi salah satu modal pengembangan usaha ini.
C. Danau Toba sebagai Daerah Tujuan Wisata
Salah satu kelengkapan Obyek Tujuan Wisata (OTW) adalah tersedianya
berbagai souvenir terutama dengan nuansa etnik. Potensi wisata ini dapat
dimanfaatkan sebagai sasaran pemasaran dari produk kertas seni berbahan eceng
gondok. Produk etnik dimaksud adalah produk-produk kerajinan dengan
memasukkan unsur budaya Batak Toba seperti bentuk tulisan batak, gambar,
relief, dan lain-lain.
III. TEKNOLOGI PENGOLAHAN ECENG GONDOK SEBAGAI KERTAS SENI
Teknologi pengolahan eceng gondok sebagai bahan baku kertas seni sangat
sederhana. Untuk meningkatkan mutu kertas yang diproduksi, kertas eceng
gondok dicampur dengan pulp kertas bekas.
A. Penyediaan Bahan Baku
Bahan baku eceng gondok diambil dari pinggiran Danau Toba. Bagian
tumbuhan ini yang diambil adalah bagian batangnya saja, dengan asumsi di
bagian batang inilah terdapat paling tinggi seratnya. Bagian pangkal dan daun
sebenarnya dapat juga digunakan, akan tetapi dapat menimbulkan sedikit
kesulitan dalam proses penggilingannya. Bagian daun relatif lebih susah
digiling/di-blender.
Bagian batang eceng gondok ini kemudian dirajang dan dikeringkan sampai
mencapai kering udara. Proses ini dimaksudkan agar pada saat pemasakan,
NaOH dapat diserap dengan baik oleh eceng gondok. Di samping itu, proses
pengeringan ini diperlukan untuk mengurangi volume dari eceng gondok yang
sangat volumenous.
Dari kegiatan penelitian yang dilakukan diketahui kadar air eceng gondok
segar sebesar 1.676,56% atau mengandung air sebanyak 94,25%, dengan
rendemen pulp dalam kondisi kering tanur sebesar 3,6%. Dari pemanenan seluas
1 m2 eceng gondok mempunyai bobot segar sebesar 28 kg yang sebagian besar
(84%) berupa batang. Panjang batang/pelepah dapat mencapai 87 cm dengan
diameter antara 1-3 cm. Dilihat dari angka tersebut diketahui rendemen yang
dihasilkan sangat rendah. Kemungkinan karena hal inilah yang menyebabkan
bahan baku ini kurang diminati dalam rangka produksi kertas dalam skala besar,
walaupun potensi dan perkembangbiakan dari eceng gondok ini tergolong tinggi.
B. Proses Pulping Eceng Gondok
Eceng gondok yang sudah dalam keadaan kering udara dimasak dalam tong
pemasak dengan perbandingan 1 kg eceng gondok : 4 lt air : 10 gr NaOH.
Pemberian NaOH dimaksudkan untuk mempercepat proses pemisahan serat.
Proses pulping/pemasakan dilakukan pada suhu air mendidih selama 3 jam. Pada
masa 3 jam ini berakhir, akan didapat eceng gondok dalam bentuk bubur yang
menyatu dengan air. Untuk menghilangkan NaOH ini dilakukan pencucian sampai
bersih, agar tidak meninggalkan bau dari larutan pemasaknya. Sisa larutan
pemasak dapat digunakan kembali dalam proses pemasakan berikutnya.
C. Proses Penggilingan Kertas Bekas
Proses penggilingan kertas bekas yang sudah direndam, dilakukan terpisah
dengan proses penggilingan eceng gondok. Pada saat penggilingan kertas bekas,
ditambahkan perekat PVAc kurang lebih 5% dari berat kertas. Proses penggilingan
juga masih dilakukan pada pulp eceng gondok, mengingat pada proses pulping
tidak dapat menghasilkan serat-serat lebih halus dan seragam.
Dari segi teknis produksi, kertas koran bekas lebih mudah digiling, akan tetapi
lebih susah dalam pewarnaan. Waktu pencetakan lembaran lebih lama karena
pengaruh serat-serat pendek dari kertas koran yang menyulitkan air keluar. Kertas
bekas berwarna putih seperti HVS lebih susah digiling akan tetapi lebih mudah
dalam pewarnaan dan proses pencetakan lembaran.
D. Pencetakan Lembaran
Proses pencetakan lembaran dimulai dengan melakukan pengenceran pulp
kertas bekas dan pulp eceng gondok. Persentase dari campuran pada intinya
dapat dilakukan pada tingkat yang berbeda-beda tergantung hasil kertas yang kita
inginkan. Untuk lebih menonjolkan serat dari eceng gondok, dibuat persentase
eceng gondoknya lebih besar. Pewarnaan dapat dilakukan sebelum proses
pengenceran dan diupayakan dikondisikan beberapa jam agar warna yang
diberikan dapat diserap dengan baik oleh pulp. Pengenceran adonan campuran
pulp ini perlu dilakukan agar dapat diproduksi kertas yang tipis. Karena alat yang
digunakan adalah manual, maka ketebalan kertas yang dihasilkan akan sangat
variatif antar kertas maupun dalam satu lembaran kertas. Perlu keterampilan dan
pengalaman agar pada proses pencetakan dapat menghasilkan ketebalan kertas
yang relatif seragam.
Sebagai gambaran produksi, dari hasil percobaan pengolahan 1 kg eceng
gondok kering dapat menghasilkan 262 lembar kertas seni dengan ukuran 330 x
215 x 0,21 mm.
E. Pengeringan Kertas
Dengan menggunakan screen, kertas dicetak dan dipres pada selembar kain
yang ditempatkan pada bidang yang kaku. Proses pengeringan dilakukan dengan
memanfaatkan sinar matahari. Dalam keadaan matahari terik, selama 1 jam
kertas sudah dalam kondisi kering. Apabila kondisi mendung, dapat juga
dilakukan pengeringan dalam ruangan dengan jalan diangin-anginkan, walaupun
kelihatannya kualitas kertas di bawah sinar matahari lebih bagus. Untuk skala
yang lebih besar perlu dipikirkan untuk membuat alat pengering misalnya dengan
membuat ruang pengering dari plat/kaca atau dengan mengkombinasikan dengan
tungku pembakaran.
F. Kualitas Kertas
Pemanfaatan kertas seni umumnya sebagai kertas seni, sehingga penilaian
kualitas kertas didasarkan pada keindahan relatif dari kertas. Berbeda dengan
penilaian kualitas kertas sebenarnya yang menilai kualitas dari kekuatan tarik,
kekuatan sobek, gramatur, dan lain-lain. Kertas seni dengan campuran eceng
gondok memiliki penampilan yang lebih indah karena menampilkan serat-serat
yang muncul di permukaan kertas. Berbeda dengan kertas tanpa campuran eceng
gondok, kurang memiliki nilai artistik yang tidak jauh beda dengan kertas-kertas
biasa.
IV. STRATEGI PENGEMBANGAN KERAJINAN KERTAS SENI
A. Pembentukan Kelompok-Kelompok Pengrajin
Langkah pertama yang perlu dilakukan adalah dengan membentuk kelompokkelompok
pengrajin di sekitar Danau Toba seperti Pangururan, Tomok, Parapat,
Balige, dan sebagainya. Sasaran SDM yang dibutuhkan adalah kawula muda
yang dianggap lebih kreatif dan inovatif. Kelompok pengrajin yang sudah ada
dilakukan pelatihan-pelatihan mulai dari pembuatan kertas seni sampai pembuatan
berbagai souvenir berbahan kertas seni itu. Workshop adalah salah satu bagian
dari program pelatihan dimaksud. Kontinuitas pelatihan ini perlu dilaksanakan
untuk meningkatkan kemampuan dari kelompok pengrajin terutama dalam
produksi souvenir dengan unsur etnik Batak Toba.
B. Pemasaran dan Promosi
Dalam ilmu pemasaran, kegiatan promosi itu merupakan bagian dan tulang
punggung dari tercapainya target pemasaran di samping kualitas produk, harga,
dan tempat. Kegiatan promosi dapat dilakukan melalui pameran di berbagai event
skala lokal/kabupaten, provinsi, dan nasional. Hal ini sangat diperlukan mengingat
produk ini yang khas dan perlu dikenalkan kepada masyarakat secara terusmenerus.
Promosi dapat juga disampaikan melalui website Pemda Sumatera
Utara.
Promosi ini dapat dikombinasikan dengan kampanye penyelamatan
lingkungan perairan dari gulma eceng gondok. Slogan dengan memakai produk ini
dapat membantu kebersihan lingkungan perairan menjadi suatu pilihan alternatif.
Hal berbau penyelamatan lingkungan ini bisa disinergikan dengan Lembaga
Swadaya Masyarakat (LSM) di bidang lingkungan.
C. Nilai Kertas Seni
Semangat untuk memproduksi suatu barang sangat dipengaruhi oleh
bayangan nilai jual produk itu sendiri. Sebagai contoh sederhana, untuk membuat
figura foto ukuran post card, kebutuhan bahan baku dan biaya produksinya sekitar
Rp 1.000,-. Namun apabila figura tersebut telah jadi dan tampil menawan, ternyata
bisa laku dengan harga Rp 5.000,- per buah. Dari hasil penelitian di BP2KS,
diperoleh hasil bahwa dari 1 kg campuran eceng gondok dan kertas bekas,
mampu menghasilkan lembaran kertas ukuran folio sekitar 262 lembar. Dengan
asumsi per lembarnya Rp 500,-, maka 1 kg campuran eceng dan kertas bekas ini
mampu menghasilkan Rp 131.000,-
D. Sukses Pengembangan Kertas Daur Ulang
Dari Bandung diperoleh informasi, kelompok anak muda alumni Fakultas
Teknik ITB telah berkarya dan memproduksi aneka produk cenderamata dari
kertas daur ulang berupa bingkai foto, tempat pensil, tempat tissue, dan lain-lain.
Produk-produk yang dihasilkan bisa terjual dengan harga mahal dan sebagian
besar malah sudah diekspor ke berbagai negara.
Dari Yogyakarta diperoleh informasi, sebuah pondok pesantren terkenal
melatih dan memberi peluang kerja bagi para santrinya dengan memproduksi
aneka cenderamata dari kertas daur ulang. Produk-produk ini pun laris dipasarkan
di daerah sekitarnya dengan omzet jutaan rupiah setiap bulannya
Produk yang mau dikembangkan ini lebih menarik dari sekedar kertas daur
ulang saja. Misi yang melekat pada produk ini sebagai upaya penyelamatan
lingkungan perairan diharapkan akan menjadi nilai tambah dari produk ini di
samping produk ber-eceng gondok yang relatif lebih indah. Sekarang tinggal
kemauan dan kerjasama dari berbagai stakeholder di Balige ini.
E. Dukungan Kelembagaan
Kelompok pengrajin yang sudah dibentuk merupakan prasyarat utama dari
rencana bisnis ini. Unit bisnis kecil merupakan modal besar dalam pengembangan
usaha ini. Dari berbagai unit kecil ini diharapkan dibentuk suatu wadah yang lebih
besar semisal koperasi pengrajin. Koperasi ini nantinya berfungsi sebagai
penampung segala hasil karya pengrajin, jadi koperasi dalam hal ini akan
mencarikan jaringan pemasaran. Institusi lain yang bisa berperan dalam program
ini antara lain Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Dinas Koperasi dan UKM,
Dinas Pariwisata dan Perhubungan, DEKRANAS/DA, KADIN, LSM, dan lain-lain.
Bantuan ini dapat bermacam-macam seperti mencarikan prospek pemasaran,
melakukan promosi ataupun mencarikan bapak angkat bagi kelompok-kelompok
pengrajin.
F. Sasaran Bisnis
Tidak bisa dipungkiri bahwa mulai dari anak-anak, remaja, orang tua yang
masih berjiwa muda maupun siapa saja yang suka melihat sentuhan seni akan
menjadi pasar potensial produk ini. Produk yang dibuat diupayakan unik, menarik,
dan lucu agar masyarakat yang melihatnya tertarik.
Sasaran lain sesuai dengan hasil pengamatan di Medan, bahwa sekolahsekolah
banyak memakai kertas seni ini untuk keperluan bahan prakarya siswasiswi
SD/SMP/SMA. Potensi ini juga perlu dilirik.
Kawasan Danau Toba sebagai salah satu daerah tujuan wisata merupakan
pasar dari produk kertas dari eceng gondok ini yang bisa dimanfaatkan sebagai
cenderamata untuk wisatawan.
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Secara teknis, pengolahan eceng gondok sebagai bahan baku kertas seni
sangat mudah dilakukan.
2. Industri kerajinan kertas seni dari eceng gondok prospektif dikembangkan di
sekitar Danau Toba sebagai souvenir etnik.
3. Pengembangan usaha kecil ini dapat meningkatkan ketersediaan lapangan
kerja baru.
4. Dalam hal pemasaran termasuk promosi diperlukan dukungan berbagai
stakeholder seperti Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Dinas Koperasi
dan UKM, Dinas Pariwisata dan Perhubungan, DEKRANAS/DA, KADIN, LSM,
dan lain-lain.
B. Saran
Disarankan teknologi sederhana ini bisa disosialisasikan kepada masyarakat
sekitar danau yang mempunyai potensi eceng gondok. Diharapkan dengan
penerapan teknologi ini dapat membantu pendapatan masyarakat sekitar dan
mendukung kebersihan dan kelestarian danau sebagai daerah tujuan wisata.
DAFTAR PUSTAKA
Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia Jilid II. Badan Penelitian dan
Pengembangan Kehutanan. Departemen Kehutanan. Bogor.
Joedodibroto, R. 1983. Prospek Pemanfaatan Eceng Gondok dalam Industri Pulp
dan Kertas. Berita Selulosa. Edisi Maret 1983. Vol. XIX No. 1. Balai Besar
Selulosa. Bandung.
Muladi, S. 2001. Kajian Eceng Gondok sebagai Bahan Baku Industri dan
Penyelamat Lingkungan Hidup di Perairan. Prosiding Seminar Nasional IV
Masyarakat Peneliti Kayu Indonesia (MAPEKI). Samarinda.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tinggalkan pesan anda, jika mengharapkan balasan mohon disertakan pula alamat email anda. Terima kasih telah bersedia memberikan komentar, kritik & saran dari anda merupakan masukan penting untuk saya.